Pine Trees and Rock

Pine Trees and Rock
Just A Girl

Senin, 15 September 2014

Freedom As Normal Life?

Freedom is my normal life? Pernah ga sih merasa bahwa kita berada di batas ambang maksimum sebuah kungkungan? Well, tiap orang pasti memiliki batas maksimum masing-masing. Orang mengartikan kebebasan berbeda satu dengan lainnya. Paking biasa sih dengar "responsible freedom" alias kebebasan yang bertanggung jawab. Ada lagi yang ga normal yaitu seperti kebebasan tapi sebenarnya dalam kungkungan.

Kebebasan secara fisik atau kebebasan jiwa? Secara fisik tampak bebas, tapi merasa hidup  dalam himpitan? Pengennya sih bisa bebas baik secara fisik dan jiwa.

Am I taking my life so seriously? Yap bisa aja sih dibilang gitu. Tapi berbicara soal kebebasan, tanpa sadar kita mungkin ga tau kalau kita sedang terkungkung atau sebaliknya kita sedang bebas. Bersyukurlah untuk orang yang bisa menyadari posisi hidupnya di level kebebasan yang mana.

Yang pentinh selalu sukacita, damai sejahtera dan bahagia. Bukankah itu yang dicari semua orang dalam hidup? Bersyukur


A Cup of Love series about Freedom..


Rabu, 10 Oktober 2012

So Close, but still so far

SO CLOSE
by Jon Mc Laughlin

You’re in my arms
And all the world is calm

The music playing on for only two
So close together
And when I’m with you
So close to feeling alive
A life goes by
Romantic dreams will stop
So I bid mine goodbye and never knew
So close was waiting, waiting here with you
And now forever I know
All that I wanted to hold you
So close

So close to reaching that famous happy end
Almost believing this was not pretend
And now you’re beside me and look how far we’ve come
So far we are so close
How could I face the faceless days
If I should lose you now?
We’re so close
To reaching that famous happy end
And almost believing this was not pretend
Let’s go on dreaming for we know we are

So close
So close

And still so far


This song really represents what I feel now, like I have already so close but yet still so far.
What will be the end? Suffering and believe time will heal?? Or, Happy Ending??

When I was just a little child, I always liked to watch "Sleeping Beauty, Beauty and The Beast, Cinderella" and imagined me as a princess who met her dream prince then live happily ever after in a great castle with ocean view, and wore a beautiful dress especially designed for me.

In adults world, there are no such thing as a 'Happily Ever After live'. Is that true?? I don't think so. Maybe life is not always about laugh, but there is crying, sadness, gloom, but aren't these parts of happiness??

Yes, I believe we can create our own Happiness..
but, remember -- FIRST THING FIRST above all is GOD

What He has planned for us is bigger than what we think about our life.. I trust HIM to lead and decide everything in my life.. I just hope, I can always live in His way, please Him for His promises sweeter than honey, and I can hold on Him..

Everyone can leave me, but He will never leave me...

"Though I may not understand, all the plans YOU have for me.. My life is in YOUR hands and through the eyes of faith, I can clearly see that GOD is good to me"

So Close, but yet still so far.. I'll find the answer.. God leads and guides me...

 

Minggu, 08 April 2012

PRINSIP DAN MENGHARGAI

Pernah suatu kali seseorang memegang suatu prinsip “There is no one on earth we can count on or lean on”. Well, mungkin kalau kita mendengar prinsip seperti ini, kadangkala orang akanberpikir tentang suatu hidup yang selfish dan terlalu “sok” (mengutip istilah dalam bahasa sehari-hari). Tapi ini adalah pikiran yang mungkin pada umumnya. Bagaimana jika kita menggunakan sudut pandang lain, dan berpikir bahwa itu lahir dari sebuah pengalaman hidup??

Terkadang seseorang membuat suatu prinsip dalam hidupnya atas dasar pengalaman-pengalaman yang dialaminya, entah itu baik atau buruk. Defenisi dan ukuran dari sebuah pengalaman baik atau buruk pun kemudian berbeda pada setiap orang, apakah dilihat dari apa yang dirasakan saat itu atau dari dampak jangka panjang yang dihasilkan. Kita kembali ke soal kelahiran sebuah prinsip tadi, dalam hal ini mari mengupas tentang prinsip yang lahir dari pengalaman.

Ketika orang bisa membuat prinsip atau “semacam tag line” di kepalanya, akan sangat sulit untuk mengubah pola pikir orang tersebut. Pernah satu kali, ketika dia merasakan kepedulian dan kasih sayang dari orang disekitarnya atau ketika dia merasakan bisa mempercayai seseorang, prinsip di atas akan sejenak hilang di kepalanya, namun percaya atau tidak dalam dirinya tentu saja ini akan terus menjadi dinding pembatas untuk bisa sepenuhnya mempercayai orang lain.

Apakah orang seperti ini salah? Apakah kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dia berpikir dengan perasaan lebih daripada berpikir memakai logika? Apakah ketika terlihat akhirnya dia mengandalkan orang lain lantas dia melanggar prinsip ini?

Jawabannya tidak salah, dia belum tentu berpikir hanya dengan perasaan dan dia bukannya mengandalkan orang lain tapi ada prinsip hidup lain yaitu “Manusia Mahkluk Sosial”. Dalam nature manusia sebagai makhluk sosial, manusia membuat prinsip bahwa tidak ada manusia di dunia ini satu pun yang dapat diandalkan dan dipercaya olehnya. Umumnya, kita menganggap orang seperti ini naïf, namun bukankah tadi sudah dibicarakan bahwa kadangkala itu lahir dari sebuah pengalaman hidup? Lantas apakah prinsip ini melawan nature manusia itu sendiri?

Sekali lagi jawabannya TIDAK, adalah nature manusia juga untuk menyimpulkan sesuatu dalam hidupnya berdasarkan pengalaman. Permasalahan yang timbul adalah ketika dia mau keluar dari jurang prinsip tersebut karena ada pengalaman baru yang mungkin bisa mengubah sudut pandangnya melihat orang lain, bisa jadi dia akan terjatuh lagi ketika pengalaman tersebut berujung pada dampak yang tidak baik.

Dalam hidup ini bukankah yang penting adalah sikap menghargai saja? Prinsip apapun yang dimiliki seseorang dalam hidupnya ada baiknya saling menghargai saja. Bukankah perbedaan itu indah??seperti pelangi, dalam keragaman warnanya dia menjadi indah dan saling melengkapi.

Kalau tidak ada perbedaan maka manusia bukan makhluk sosial.

Minggu, 23 Oktober 2011

SEPERTI BIASA : “SEBUAH SENYUMAN”

Seperti biasa, hari ini Si wanita datang ke kantor sambil berlenggak-lengok jalan di tepian jalan raya yang trotoarnya hanya ada dibeberapa tempat alias terputus-putus. Sambil menenteng tasnya, si wanita berjalan dan seperti biasa pula bertemu dengan seorang kakek yang seperti biasa duduk di trotoar depan kantornya. Seperti biasa si Kakek memakai baju bewarna gelap, dan di sebelahnya seperti biasa terdapat kantung hasil pencairan sampah yang masih bisa didaur ulang. Dari tampangnya, kelihatan Sang Kakek mungkin adalah seorang Pemulung. Seperti biasa, ketika bertemu dan bertatapan dengan kakek si Wanita menyunggingkan senyumnya, menundukkan kepala sedikit (ala Korea) , kemudian si Kakek juga tersenyum dengan ceria sambil melipat tangannya (ala orang berdoa).

Seperti biasa, pagi hari selalu bertemu dengan si Kakek, selalu ada rutinitas yang tak bisa terlewatkan. Si wanita belum pernah sekalipun berbicara dengan si Kakek, namun si wanita merasa si Kakek adalah hal yang ada untuk memulai kerja di pagi hari. Kedekatan yang lahir dari sebuah senyuman membuktikan bahwa senyuman bukan hal yang sepele dan sia-sia. Bagi si wanita dan si kakek, senyuman adalah bentuk komunikasi lain yang mampu mengisi hari dengan semangat. Senyuman mampu mengikat sebuah tali pertemanan yang bahkan mungkin tidak bisa diisi hanya dengan sebuah perkenalan nama. Ketika besok pagi hari tiba, si wanita akan kembali dalam rutinitas kerjanya dan seperti biasa : “Sebuah Senyuman” akan mengawali perjalanan pekerjaan hari itu.

WHAT IS LIFE?

Well, this is just my opinion

Banyak orang berpikir dan menggali tentang apa itu kehidupan. Bukankah kehidupan dialami setiap orang hidup? Namun, kehidupan tak bisa didefenisikan dalam satu kalimat yang membuat orang langsung memahami arti dan maksudnya. Kehidupan menyimpan banyak misteri dan menyediakan banyak tawaran serta pilihan. Manusia boleh mempelajari struktur dan anatomi manusia secara fisik. Manusia juga bisa mengidentifikasi banyak hal, menemukan banyak hal. Tapi ada satu kunci kehidupan yang tak bisa ditembus oleh manusia yaitu waktu. Manusia tidak bisa menembus waktu baik kebelakang maupun ke depan. Masa lalu tidak bisa dirubah, dan masa depan tidak ada yang mengetahuinya. Masa depan menjadi harapan dan cita-cita setiap manusia yaitu kebahagiaan. Untuk mencapai kebahagiaan manusia memberikan keputusan pada setiap pilihan yang ada yang menurutnya terbaik untuknya. Siapa yang tahu tentang apa yang terjadi pada masa depan, karena dalam pilihan dan rencana yang telah dibuat, hampir selalu ada faktor internal maupun eksternal yang datang memberikan pengaruh baik positif maupun negatif terhadap progress atau bahkan yang belum dimulai sekalipun. Ingat bahwa manusia tidak hidup sendirian. Kehidupan kebersamaan mau tidak mau membawa manusia ke dalam suatu tatanan sistem yang mengatur, dan bahkan menjadi tolok ukur ketergantungan terhadap suatu impian yang dikerjakan.

Siapa bilang manusia bisa hidup sendirian? Kurasa manusia bisa hidup sendiri kalau memang dari awal manusia memang sendiri. Hal ini juga yang menjadi semacam bukti bahwa sudah menjadi nature manusia untuk tidak hidup sendiri, sebab dari awal manusia memang tidak direncanakan untuk sendirian. Mengapa demikian? Bukankah ini menjawab bahwa ada otak di balik semua situasi besar ini. Ada pribadi yang membuat manusia dan mengaturnya untuk tidak hidup sendirian, untuk bisa mengingat masa lalu tapi tidak bisa mengulanginya dan melihat masa depan sebagai misteri. Kata Misteri disini jangan hendaknya diterjemahkan sebagai sesuatu yang dipandang menakutkan, karena bukti dari kehidupan manusia telah banyak yang telah melewati tentang apa yang disebut masa depan. Masa depan berakhir bila suatu kepastian terjadi dalam hidup manusia yaitu kematian.

Jumat, 04 Februari 2011

DIANTARA WARNA DAN RASA

Warna apa yang paling teat menggambarkan situasi kita sekarang? kadang-kadang kita berkata I feel so blue yang artinya kita lagi merasakan suatu kesedihan.

Benarkah aku bisa menggambarkan hidupku dalam warna? Entahlah... Mari membuat hidup kita bewarna.. slogan ini sering kita dengarkan.. tapi apakah itu sesuai? Tergantung dari dengan apa kita kaitkan warna.

Benarkah dari warnanya, kita bisa mengetahui rasanya? atau dari rasanya kita bisa melihat bahwa hidup ini berwarna? sekali lagi apakah kalimat "hidup yang berwarna" ini tepat?

Bagaimana dengan hidup yang bernilai rasa? kira-kira, warna apa yang tepat menggambarkannya?

Pernah membayangkan hidup tanpa rasa? sakit, senang, cinta, marah semua tidak ada dalam hidup ini? Jawabannya TIDAK MUNGKIN. karena pada hakikatnya manusia memang diciptakan untuk merasa.

Pertanyaan berikutnya : Apakah manusia juga diciptakan untuk mewarnai hidup? Mungkin iya, mungkin tidak.. Rasa memberi warna dalam kehidupan kita. Bukan warna kuning, merah, bir, hitam tetapi lebih dari itu. Rasa memberi variasi dalam hidup kita.

Manusia yang tak me-Rasa adalah tidak normal. Penjahat pun merasa, tak ada hati yang beku, karena pada saat hati itu beku artinya orang itu pun sedang me-Rasa.

Bukankah akan sangat indah sebuah jalan yang diambil dengan Rasa? ketika semua rasa kita berikan terhadap sesuatu, menjadikan itu berwarna. Lepas dari persoalan karakter, aku dan kamu memang diciptakan untuk merasa dan pada akhirnya berwarna.

J-lo-u

Jumat, 21 Januari 2011

Filsafat POHON dan SAYA

Masyarakat merupakan suatu komunitas yang terdiri dari berbagai macam individu dengan membawa kepentingan masing-masing. Komunitas ini ibarat hutan hujan tropis yang terdiri dari beraneka ragam kekayaan hayati dan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Semuanya berinteraksi satu dengan lainnya sehingga menciptakan suatu siklus (perputaran) kehidupan. Interaksi ini terjadi antara sesama makhluk hidup, maupun makhluk hidup dengan alam. Rumput, pohon, matahari, hewan dan lainnya saling bergantung satu dengan yang lainnya. Jika tumbuh-tumbuhan tidak ada, maka tidak akan ada makanan bagi hewan herbivora, dan bila semua hewan herbivora mati, maka tidak akan makanan bagi hewan karnivora, dan jika semua hewan karnivora mati, suatu saat tidak akan ada lagi sel-sel yang bisa diuraikan oleh bakteri, maka tidak akan ada lagi zat-zat nitrat yang dibutuhkan oleh tumbuhan, dan kalau semua tumbuhan mati oksigen di bumi akan turun dengan drastis. Semuanya saling bergantung dan tidak ada yang bisa hidup sendiri, walaupun untuk satu jenis makhluk hidup terdapat berbagai macam perbedaan. Demikian juga masyarakat, tidak ada manusia yang mampu bertahan sendiri, semuanya saling membutuhkan untuk memenuhi kepentingan masing-masing. Orang tua yang ingin agar anaknya memiliki masa depan membutuhkan sekolah sebagai tempat belajar anaknya, maka sekolah tersebut memerlukan guru untuk mengajar, dengan demikian guru pun membutuhkan uang untuk hidup, oleh karena itu pemerintah harus membayar gaji guru, dan demikian seterusnya. Semua ini saling berkesinambungan. Andaikan semua orang jadi pengusaha, siapa yang akan menjadi petani dan darimana kita bisa makan nasi? Kalimat ini akhirnya menyadarkan bahwa masyarakat tumbuh dengan kehidupan yang bersinergi satu sama lain dengan membawa kepentingan individu yang harus dipenuhi melalui hak dan kewajiban.

Seorang individu, pasti harus menjadi bagian dari masyarakat karena secara kodrat manusia adalah makhluk sosial. Demikianlah bila digambarkan dalam komunitas hutan hujan tropis, saya adalah tumbuhan (pohon) muda yang hidup di tepi aliran air, namun belum tahu apakah akan berbuah atau tidak. Pohon itu masih berusia muda yang belum pernah merasakan bagaimana memberi pengaruh yang memberi kebutuhan makanan individu lain. Pohon itu baru bisa berfotosintesa, dengan bantuan matahari dan karbondioksida, menghasilkan karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan makanan diri sendiri dan oksigen yang dilepas ke udara untuk membantu ketersediaan oksigen bagi kehidupan organisme lainnya. Selain itu, pohon muda tersebut masih membutuhkan banyak zat-zat agar dapat bertumbuh dan nanti boleh berbuah. Sama seperti saya yang sekarang, belum ada kontribusi yang diberikan kepada masyarakat yang nyata seperti buah yang dapat saya lakukan, namun saya memberikan oksigen yang tidak kelihatan yaitu melalui belajar yang benar dan berdoa bagi masyarakat. Posisi saya dalam masyarakat adalah sebagai seorang muda yang masih membutuhkan pengajaran dari orang-orang yang telah lebih lama hidup di masyarakat daripada saya, sama seperti pohon muda yang masih membutuhkan zat-zat untuk bertumbuh. Saya belum dapat berdikari, dan berdiri sendiri dalam masyarakat karena masih tergantung orang tua. Saya dalam masyarakat juga belum mampu secara nyata dilihat memainkan peranan, karena belum ada buah yang dihasilkan yang dapat digunakan menjadi makanan bagi kepentingan individu lain dalam masyarakat. Namun, tetap saya pun masih memiliki kepentingan yang juga hanya dapat dipenuhi jika saya hidup dalam masyarakat, misalnya saja makanan, pengajaran, uang, dll. Sama seperti pohon yang juga membutuhkan air, zat-zat, dan lainnya yang dapat diberikan oleh hutan hujan tropis sebagai penyokong kehidupannya agar terus dapat bertahan hidup. Masyarakat adalah seperti hutan hujan tropis bagi saya, menopang kehidupan saya agar boleh melaju terus. Saya bagaikan pohon muda dalam masyarakat yang sedang dinantikan untuk berbuah sehingga nyata peran saya dalam masyarakat.